Alumni State Institut of Islamic Studies Fakultas Syariah Jurusan Hukum Keluarga angkatan 2009

Foto saya
Palembang, SUMSEL, Indonesia
Cukuplah Allah Sebagai Penolong dan Allah adalah Sebaik-baik Pelindung

Tahukah kamu bahwa Do'a bisa merubah takdir??? "tidak ada yang dapat merubah takdir kecuali do'a"

Rabu, 04 April 2012

Ibuku Luar Biasa^_^


Nama                                      : Krisdilla Sopiani
Nim                                         : 09140013
Mata Kuliah                           : Fiqh Kontemporer
Dosen Pembimbing                : DR. Muhammad Adil, MA
Fak/ Jur                                  : Syari’ah/ AS



1.
Taghayyurul ahkaa mi bitaghayyuril azminati wal amkinati
“Perubahan hukum itu berdasarkan perubahan zaman, tempat, dan keadaan.”

Dari kaidah diatas dapat disimpulkan bahwa hukum dapat berubah sesuai dengan zaman, tempat, dan keadaan. Jadi hubungan kaidah diatas dengan hukum nikah sirri yakni jika pada masa Rasulullah nikah tidak perlu lagi dicatatkan dikantor urusan agama namun saat ini hukum pencatatan nikah diwajibkan di Negara kita karena pada kenyataannya nikah yang tidak dicatatkan dikantor urusan agama tidak dapat disahkan secara hukum karena banyak mendatangkan mudharat bagi istri dan anak yang dilahirkan nanti. Jika masyarakat terus berubah tetapi hokum tidak berubah maka akan menimbulkan anomi dan social lag dalam masyarakat, yakni akan terjadi ketidakseimbangan antara hukum dan perubahan masyarakat. Oleh karena itu hukum dapat berubah sesuai dengan keadaan masyarakat dan perkembangan zaman.
Hukum tidak akan dapat dilaksanakan dengan baik, bila tidak ada yang bertanggung jawab untuk mengendalikan, melaksanakan dan menegakkannya. Lantas siapakah yang dapat mengendalikan hukum dengan baik? tentu saja, tidak lain adalah pemerintah. Oleh karena itu, telah diyakini bahwa kepemimpinan adalah bagian dari tujuan yang paling penting dalam agama. Khalifah berfungsi sebagai pengganti kenabian dalam menjaga agama dan urusan dunia. Orang muslim belum lepas tanggung jawab, sehingga mereka menyatukan langkah dan kesepakatan untuk menunjuk seorang pemimpin yang memimpin mereka berdasarkan Kitabullah. Maka wajib untuk menegakkan kepemimpinan dengan ruh islam dan bertanggung jawab untuk merealisasikannya.
2.
Darr’ul mafasidi aula min jal bil masoolih
“Menolak kemudlaratan lebih didahulukan dari pada memperoleh kemaslahatan.”

Nikah sirri akan banyak menimbulkan mudharat bagi kaum wanita dan anak yang dilahirkan, sehingga dari kaidah tersebut ditarik kesimpulan bahwa menolak kemudharatan harus didahulukan dari pada memperoleh kemaslahatan dari pernikahan sirri yang notabennya banyak dilakukan oleh pria yang sudah beristri dan hendak menikah lagi namun tidak mendapat izin dari istrinya sehingga untuk bebas dari perbuatan zina, suami tersebut melakukan nikah sirri. Namun faktanya saat ini nikah sirri lebih banyak mudharatnya dari pada memperoleh maslahat. Pemerintah telah memerintahkan setiap perkawinan itu dicatat oleh PPN, sehingga mempunyai kekuatan hukum dan bukti yang kuat berupa surat nikah. Maka wajib bagi umat mentaati ulil amri selama kebijakan tersebut tidak bertentangan dengan hukum islam.

3.
Attasorru ful imamu ‘alarra ‘iyyati manuu thu bil maslahati      
kebijaksanaan Imam (pemimpin) terhadap rakyatnya itu harus dihubungkan dengan kemaslahatan”.

Kaidah diatas memberikan pengertian, bahwa setiap tindakan atau kebijaksanaan para pemimpin yang menyangkut dan mengenai hak-hak rakyat dikaitkan dengan kemaslahatan rakyat banyak dan ditujukan untuk mendatangkan suatu kebaikan sebab pemimpin adalah pengemban amanat penderitaan rakyat (umat) dan untuk itulah ia sebagai petunjuk dalam kehidupan serta harus memperhatikan kemaslahatan. Nah salah satu kebijaksanaan pemimpin di Negara kita yakni kebijakan wajib mencatatkan pernikahan dikantor catatan sipil (KUA) adalah kebijakan yang sangat baik demi melindungi hak kaum perempuan dan anak yang akan dilahirkannya nanti, agar hak-hak mereka dapat terjaga sehingga dapat mendatangkan kemaslahatan.
            Pengakuan resmi (penulisan akad) dengan arti tercatat resmi dikantor catatan sipil adalah perkara yang diwajibkan oleh undang-undang, untuk menjaga akad ini dari pengingkaran dan penipuan setelah dilaksanakannya, baik itu dari pihak suami-istri maupun pihak luar mereka berdua. Hal ini diberlakukan di Mesir dalam undang-undang Pasal 99 tentang tatacara Mahkamah Syari’yah, adalah undang-undang yang dikeluarkan tahun 1931 nomor 78 yaitu, “Mengabaikan dakwaan perkawinan atau salah satu hak yang berhubungan dengan suami-istri tatkala terjadi pengingkaran, kecuali dengan adanya dokumen resmi perkawinan.”

4.
lil wasail hukmul maqashid       
“bagi medium (orang yang menjadi perantara) hukumnya menjadi sama dengan hal yang dituju”

Dalam menjaga keturunan, Islam mensyari’atkan pernikahan, selain mensyari’atkan pernikahan, Islam juga mengakomodir terhadap hal-hal yang menyempurnakannya, yaitu adanya pencatatan nikah. Dengan melihat kemaslahatan yang terkandung dalam pencatatan nikah sebagaimana yang telah disebutkan di atas, maka pencatatan nikah dianggap sebagai sebuah kebutuhan primer dalam pernikahan, sebab pernikahan tanpa disertai catatan nikah tidak diakui oleh pemerintah. Maka hukum pencatatan tersebut termasuk bagian dari nikah.
Dengan melihat konteks kaidah diatas, bagi sarana atau orang yang menjadi perantara pencacatan nikah, maka hukumnya menjadi sama dengan hal yang dituju, maka hukum pencatatan nikah tersebut termasuk bagian dari nikah. Wajib bagi pemerintah untuk mendukung adanya keputusan pencatatan pernikahan. Karena terbukti hukum positif tidak mengakui adanya pernikahan yang tidak dicatatkan. Dengan konsekuensi sama seperti halnya orang yang tidak nikah dalam hal harta warisan, nasab, dan sebagainya.




Tidak ada komentar: