CAUSA DAN TEORI KEJAHATAN
Makalah ini
Dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kriminologi
Semester Genap
OLEH
KELOMPOK II
FEBRI SURYA
CAHYANTI 09140007
HARYANTO 09140000
HAMID
KHASANI 09140008
KUSYADI 09140024
YAYAN BASUKI
DOSEN
PEMBIMBING
ANTONI
S.H., M.Hum.
JURUSAN
AHWAL AL- SYAKHSIYAH FAKULTAS SYARIAH
IAIN RADEN
FATAH PALEMBANG
2010/2011
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Kejahatan
merupakan suatu fenomena yang komplek yang dapat dipahami dari berbagai sisi
yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai
komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang berbeda satu dengan yang lain
dalam pengalaman kita ternyata tak mudah untuk memahami kejahatan itu sendiri.
Kejahatan
merupakan persoalan yang dialami manusia dari waktu ke waktu. Mengapa kejahatan
terjadi dan bagaimana memberantasnya, merupakan problema manusia. Oleh karena
itu dimana ada manusia, di situ pasti ada kejahatan. Crime is eternal- as eternal as society, demikian tulis Frank
Tannembaum.(J.E, sahetapy,. Kausa
kejahatan, pusat study kriminologi fakultas hukum Unair, 1979, Hal : 1)
Usaha memehami kejahatan ini sebenaranya telah
ber abad-abad lalu di pikirkan oleh para ilmuan terkenal oleh karena itu di
dalam makala ini kami akan mencoba menjelaskan kausal kejahatan dan teori
kejahatan.
RUMUSAN MASALAH
Kejahatan
merupakan problem bagi manusia karena meskipun sudah deterapkan sanksi yang
berat, kejahatan itu selalu ada dalam masyrakat manusia. Oleh karena itu
masalah yang akan dibahas di dalam makalah ini adalah :
1.
Mengapa kejahatan masih saja terjadi?
2.
Bagaimana sejarah perkembangan pemikiran manusia yang
menjadi dasar dibangunnya teori- teori kriminologi?
3.
Aliran apa saja yang melatar belakangi lahirnya teori-
teori tantang kejahatan?
Ruang Lingkup
Penyusun
membatasi permasalahan pada causa dan teori kajahatan khususnya tentang
perkembangan akal pikiran manusia yang menjadi dasar dibangunnya teori- teori kriminologi
yaitu mengenai Spiritualisme dan Naturalisme, selain itu kami juga akan
menjelaskan tentang tiga mazhab dalam perkembangan teori dalam kriminologi.
BAB II
TINJAUAN UMUM
PENGERTIAN KEJAHATAN
Secara
yuridis berarti adalah tingkah laku manusia yang dapat dipidana, yang diatur
dalam hukum pidana. Secara yuridis bukanlah merupakan pengertian kejahatan yang
lengkap. Berbagai sarjana telah berusaha memberikan pengertian tentang
kejahatan yang dianggap tepat, namun usaha mereka mengalami kegagalan. Hal yang
sama pernah dilakukan dalam mencari arti hukum sebagaimana dikemukakan oleh
immanuel kant: “noch suchen die yuristin iene definition zu ihrem begriffe
von recht.”
Jika kita
membuka KUHP, akan diperoleh suatu gambaran tentang perbuatan mana yang
dikualifisikan sebagai pelanggaran. Mengenai pengertian kejahatan itu sendiri
kita tidak akan menjumpainya di dalam KUHP,dalam KUHP hanya terdapat
kualifikasi perbuatan yang di nyatakan sebagai perbuatan pidana.
Perbuatan pidana ini kemudian
dibagi dalam dua kualifikasi, yaitu dinamakan kejahatan dan pelanggaran.
Perbedaan antara pelanggaran dan kejahatan hanya di dasarkan atas berat
ringannya pidana.ini tidak berarti bahwa orang yang melakukan perbuatan yang
melanggar BUKU II KUHP di katakan sebagai penjahat. Untuk itu perlu adanya
putusan hakim yang mempunyai hukum yang tetap.
Jadi
kejahatan adalah setiap perbuatan yang anti sosial, merugikan, dan
menjengkelkan masyarakat. Masyarakatlah yang menilai perbuatan baik dan buruk.
1. Sebab- Sebab Terjadinya Kejahatan
Ketidak
puasan terhadap hukum pidana, hukum acara pidana, dan sistem penghukuman
merupakan salah satu penyebab terjadinya kejahatan, selain itu tingkat ekonomi
seperti yang difikirkan oleh Plato dalam bukunya Refubliek menyatakan
antara lain, bahwa emas, manusia adalah merupakan sumbar dari banyak kejahatan.
Menurut Aris
Toteles menyatakan bahwa kemiskinan menimbulkan kejahatan dan pemberontakan.
Menurut Thomas Aquino memberikan beberapa pendapatnya tentang pengararuh
kemiskinan atas kejahatan. Orang kaya yang hidup untuk kesenangan dan memboros-
boroskan harta kekayaannya, jika suatu kali jatuh miskin, mudah menjadi
pencuri.
Menurut
Thomas More penulis buku Utopia ia menyatakan bahwa hukuman berat yang dijatuhkan kepada penjahat pada waktu itu
tidak berdampak banyak untuk menghapuskan kejahatan yang terjadi.
2. Sifat Kejahatan
Dari segi
apapun dibicarakan suatu kejahatan, perlu diketahui bahwa kejahatan bersift
relatif. Dalam kaitan dengan sifat relatifnya kejahatan, G. Peter Hoefnagels
menyatakan bahwa
“ we have
seen that the concept of crime is highly relative in commen. The use of trem
crime in respect of the same behavior differs from momment to momment ( time),
from group to group ( place) and from context to (situation).
Relatifnya
kejahatan tergantung pada ruang, waktu, dan siapa yang menamakan sesuatu itu
sebuah kejahatan.“Misdaad is benoming”, kata Hoefnagels, yang berarti
tingkah laku didefenisikan sebagai penjahat.
Dalam
konteks itu dapat dikatakan bahwa kejahatan adalah suatu konsepsi yang bersifat
abstrak. Abstrak dalam arti ini tidak dapat diraba dan tidak dapat dilihat
kecuali akibatnya. Sifat relatif.
BAB III
CAUSA DAN TEORI KEJAHATAN
1. Sejarah
Perkembangan Akal Pemikiran Manusia Yang Menjadi Dasar Dibangunnya Teori- Teori
Kriminologi
Goerge B Vold menyebutkan teori adalah bagian dari suatu penjelasan yang muncul
manakala seseorang dihadapkan pada suatu gejala yang tidak dimengerti. Upaya
mencari penjelasan mengenai sebab kejahatn, sejarah peradaban manusia mencatat
adanya dua bentuk pendekatan yang menjadi landasan bagi lahirnya teori- teori
dalam kriminologi yaitu: (santoso: 2009: 19).
a. SPIRITUALISME
Dalam penjelasan tentang kejahatan, spiritualisme memiliki perbedaan
mendasar dengan metode penjelasan kriminologi yang ada saat ini. Berbeda dengan
teori- teori saat ini, penjelasan spiritualisme memfokuskan perhatiannya pad
perbedaan antara kebaikan yang datang dari tuhan atau dewa dan keburukan yang
datang dari setan. Seseorang yang telah melakukan kejahatan dipandang sebagai
orang yang telah terkena bujukan setan (evill/
demon).
Penjelasan tentang kepercayaan manusia pada yang ghaib
tersebut dapat kita peroleh dari berbagai literature sosiologi, arkeologi, dan
sejarah selama berabad- abad yang lalu. Sebagaimana kita ketahui, bagi orang-
orang dengan kepercayaan primitif, bencana alam selalu dianggap sebagai hukuman
dari pelanggaran norma yang dilakukan.
Dalam perkembangan selanjutnya aliran spiritualime ini masuk dalam
lingkungan dalam pergaulan politik dan sosial kaum feodal.landasan pemikiran
paling rasional dari perkembangan ini adalah bahwa pada periode sebelumnya
kejahatan dianggap sebagai permasalahan antara korban dengan pelaku dan
keluarganya.
Akibatnya adalah konflik berkepanjangan antara keluarga yang dapat
mengakibatkan musnahnya keluarga tesebut. Juga menjadi suatu masalah adalah
bahwa pelaku kejahatan yang berasal dari keluarga yang menmiliki posisi kuat
dalam masyarakat tidak akan dapat dihukum. Sebagai upaya pemacahan terhadap
permasalahan tersebut, maka masyarakat membentuk lembaga- lembaga yang dapat
menjadi dasar pembenar terhadap upaya pembalasan terhadap seseorang yang telah
meakukan kejahatan. Konsep carok misalnya dikenal dalam masyarakat Madura. Konsep perang
tanding antara keluarga yang menjadi korban dengan keluarga pelaku merupakan wadah pembalasan dendam da
kerugian dari pihak korban. Dalam hal ini ada suatu kepercayaan dari masyarakat
bahwa kebenaran akan selalu menang dan kejahatan pasti akan mengalami
kebinasaan. Namun akibat lain dari kepercayaan ini adalah bila keluarga pelaku
memenangkan pertarungan tersebut maka
mereka akan dianggap benar dan keluarga korban mengalami celaan ganda.
Meski dalam kenyataan dimasyarakat dapat dilihat secara nyata bahwa
penjelasan spiritual ini ada dan berlaku dalam berbagai bentuk dan tingkat
kebudayaan, namun aliran ini memiliki kelemahan yaitu bahwa penjelasan ini
tidak dapat dibuktikan secara ilmiah.
b. NATURALISME
Naturalisme merupakan model pendekatan lain yang ada sejak berabad- abad
yang lalu. Adalah “ Hippocrates” (460 SM) yang menyatakan bahwa “ the Brain is
organ of the mind” . perkembangan paham rasional yang muncul dari perkembangan
ilmu alam setelah abad pertengahan menyebabkan manusia mencari model penjelasan
lain yang lebih rasional dan mampu dibuktikan secara ilmiah.
Dalam perjalanan sejarah kedua model penjelasan ini beriringan meski
bertolak belakang. Lahirnya rasionalisme di Eropa menjadikan pendekatan ini
mendominasi peikiran tentang kejahatan pada abad selanjutnya. Dalam
perkembangan lahirnya teori- teori tentang kejahatan, maka dapat dibagi dalam
tiga mazhab atau aliran yaitu:
1. MASHAB KLASIK
Mashab ini
pada umumnya di hubungkan dengan tokohnya yang utama yaitu Beccaria (Cesare
Bonesana Marchese De Beccaria, 1738 – 1794)
Untuk dapat lebih mengerti
mashab ini, maka perlu kita ketahui dahulu “intelactualbackground” masa itu
yaitu, bahwa masa itu adalah masa pertengahan dalam pemikiran-pemikiran antara,
pada satu pihak gereja dan kekuasaan raja, dengan di pihak lain “intelectualism” dan :rationalim” dari “the social contract writers”
(hobbes,jhonlocke,montesquieu,voltaire,
dan rousseau). masa ini adalah masa yang penuh dengan rasa ketidakpuasan
dan protes terhadap kewenangan-kewenangan dalam acara pidana dan terhadap
manusia.
Becceria
merupakan salahseorang yang memperjuangkan peninjauan kembali dari
perbutan-perbuatan yang dinamakan kejahatan dan hukuman terhadap
perbuatan-perbuatan ini. Maka oleh karena itulah mashab ini lelib penting di tinjau dari sudut
penologi (the treatment of crimes)
daripada sudut kriminologi (crimes
cautasion).
Beccaria
lahir pada tahun 1738, ia adalah seorang ahli ilmu pasti dan ekonomi. Kemudian
menerjunkandiri dalam dunia politik dan ekonomi,karena itu dia menaruh
perhatian terhadap perubahan dalam acara pidana dan pelaksanaan hukuman.bukunya
yang terkenal berjudul (terjemahan) “essay
on crime and punishment” (1764)
Beberapa prinsip dari beccaria
mengenai sistem keadilan dalam buku tersebut di atas adalah sebagai berikut
(vold,1979;23-25)
1.
Pembentukan
suatu masyarakat yang di dasarkan pada kontrak(contractual society) untuk
menghindarkan (menghindari) perang dan kekacauan.jadi penjumlahan dari semua
kebebasan tiap individu adalah kekuasaan negara, dan ini diserahkan kepada
seorang penguasa,sebagai administrator yang sah,tetapi perlu pula di atur untuk
melindungi dan mempertahankannya terhadap keserakahan individu, perlu hukuman
terhadap mereka-mereka yang melanggar undang-undang bila hanya hukuman itu
terus menerus diingatkan, maka ada pengaruhnya terhadap mereka yang karena
nafsu-nafsunya menentang kesejahteraan bersama.
2.
Sumber
hukum adalah undang-undang dan bukan hakim,
oleh karenanya hanya undang-undang yang dapat menentukan hukuman bagi
kejahatan, dan kekuadsaan untuk membentuk undang-undang (hukum) pidana hanya
ada pada pembuat undang-undang, hakim tidak dapat, dengan alasan apapun juga,
menjatuhkan hukuman yang tidak ditentukan oleh undang-undang atau memperberat
hukuman yang telah di tentukan undang-undang.
3.
Tugas sebenarnya dari hakim
hanya menentukan kesalahan seseorang, hukuman adalah urusan undang-undang.
Hakim tidak diperbolehkan menginterprestasikan (menafsirkan) undang-undang
pidana. Sekali undang-undang telah di tentukan, maka tugas hakim hanya
menetukan apakah suatu perbuatan sesuai atau tidak dengan aturan yang tertulis.
4.
Adalah hak dari negara
(penguasa) untuk menghukum, hak dari penguasa untuk menghukum didasarkan kepada keperluan yang mutlak
(absolute necessity)membela kebebasan masyarakat (umum) yang dipercayakan
kepadanya, dari keserakahan individu.
5.
Harus ada skala kejahatan dan
hukuman. Skala harus dibuat dengan, pada ujung pertama perbuatan-perbuatan yang
langsung akan menghancurkan masyarakat dan pada akhirnya, perbuatan-perbuatan
terkecil yang merupakan ketidakadilan terhadap anggota masyarakat.Di antara
kedua ujung inilah dikumpulkan semua
perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan kesejahteraan masyarakat yang
semua di sebut kejahatan.
6.
Sengsara (sakit) dan kesenangan
adalah dasar dari motif-motif manusia (hukum motivision). Demikian halnya dalam
perbuatan-perbuatan agama, pembuat undang-undang yang tidak tampak telah
menentukan hadiah dan hukuman.
7.
Perbuatannya dan bukan
‘kesalahannya” (intent) yang merupakan ukuran dari besarnya kerugian yang
diakibatkan oleh kejahatan.
8.
Prinsip dasar dari hukum pidana
terletak pada sanksi-sanksi yang positif.
Kedelapan kutipan tersebut di atas adalah merupakan
sebagian dari pemikir-pemikir terpenting dari BECCARIA. Masih banyak lagi yang
ditekankan olehnya seperti : mencegah kejahatan adalah lebih penting daripada menghukum
kejahatan, hukuman hanya menarik kalau ia mencega kejahatan, ia pun
menginginkan agar seyogianya semua undang-undang atau hukum positif di
umumkan,sehingga semua warga mengetahui, dalam hukuman yang penting bukan
keras/beratnya, tetapi ketegasan dan ketetapan yang mempunyai efek preventif
yang terbesar, harus diusahakan penggunaan capital
punishment pidana penjara dengan lebih banyak serta penjara-penjara harus
diperbaiki “” harus dihapuskan.
Pandangan-pandangan Beccaria ini
besar pengaruhnya terhadap pembentukan
undang-undang prancis (french code penal)
tahun 1791. Oleh karena itu sifat dari
mashab klasik ini sering pula disebut “administrative and legal criminology”
Konsep keadilan menurut mashab ini adalah :” suatu hukum
yang pasti untuk perbuatan –perbuatan yang sama tanpa memperhatikan sifat dari sipembuat dan pula tanpa memperhatikan
kemungkinan adanya peristiwa-peristiwa tertentu yang memaksa terjadinya
perbuatan tersebut”.(purniati: 1994: 46).
Ternyata bahwa code penal 1791 ini tidak mungkin
diperaktekkan dalam kenyataan. Perlu diadakan perubahan-perubahan “neo-clasical
school”
II. MASHAB NEO-KLASIK
Sebab-sebab utama daripada gagalnya praktek Code 1791
adalah sebagai berikut (Vold, 1979,26-27)
1.
Diabaikannya sama sekali
perbedaan-perbedaan individual, dan arti daripada situasi-situasi tertentu. Hal
ini memang merupakan apa yang di cita-citakan, walaupun mungkin tidak pernah
akan menjacdi kenyataan, akan tetapi yang jelas hal ini menjadi dasar
pertentangan.
2.
Fakta bahwa Code tersebut
mencoba untuk memperlakukan secara tepat sama, baikn terhadap petindak pidana
untuk pertama kali maupun residivis (petindak pidana ulangan) atas dasar tindak
pidana yang dilakukan, dan tidak atas dasar sifat-sifat individu masing-masing.
3.
Fakta bahwa anak yang belum
dewasa, orang yang idiot(terkebelakang), orang gila dan lain-lainnya yang tidak
mampu untuk melakukan perbuatan hukum diperlakukan sebagai orang-orang yang
mampu untuk melakukan perbuatan hukum, atas dasar rindak pidana yang dilakukan
dan tidak atas dasar kepribadian sipetindak, pada waktu menentukan kesalahan,
dan hukuman yang diberikan kepadanya.
Tentunya tidak ada masyarakat yang akan memperkenankan
bahwa anak-anaknya atau orang-orang lain yang tidak mampu, karena melanggar
hukum tetapi tidak berdaya, diperlakukan dengan cara yang sama seperti
penjahat-penjahat yang profesional.
Dalam ini orang perancis tidak menjadi perkecualian. Dengan
demikian terjadilah perlunakan dalam peraktek penggunaannya, dan tidak lama
kemudian terjadilah perubahan-perubahan pada Codenya sendiri. Code 1800 membuka
jalan sedikit dengan memperkenankan para hakimnya untuk menggunakan rasa
kebijaksanaannya (diskresi). Dalam Code perancis 1819 yang diperbaharui
(direvisi).
Terdapat pengaturan tegas perihal diberikannya hak diskresi
kepada hakim berhubung dengan keadaan-keadaan obyektif tertentu pada perkara-perkara yang
bersangkutan, akan tetapi masih belum diperkenankan untuk memperhatikan dan
mempertimbangkan juga niat yang subyektif
bahkan sifat-sifat Code yang diperbaharui (direvisi) yang otomatis dan impersonal ini kemudian
menjadi dasar serangan dari pada sebuah mashab baru yang mengutuk ketidak
adilan sebuah code yang keras, dan menuntut peradilan yang diindividualisasi
dan didiskriminisasi agar dapat memperhatikan keadaan-keadaan individual.
Usaha-usaha untuk merevisi dan memperluas praktek teori klasik daripada
kehendak bebas dan tanggungjawab yang sempurna inilah menggambarkan apa yang di
sebut mashab neo-klasik.
Dengan demikian mazhab neo- klasik ini tidak menyimpang
dari konsepsi- konsepsi umum tentang sifat- sifat manusia yang berlaku pada
waktu itu di Eropa. Doktrin dasarnya tetap, yaitu bahwa manusia adalah makhluk
yang mempunyai ratio, yang berkehendak bebas, dan yang karenanya bertanggung
jawab atas perbuatan- perbuatannya. Dan yang dapat dikontrol oleh rasa
ketakutannya terhadap hukuman. Ciri khas mazhab Neo- Klasik adalah:
1.
adanya perlunakan/ perubahan
pada doktrin kehendak bebas kebebasan kehendak untuk memiliki dapat dipengaruhi
oleh patologi dan premeditas.
2.
pengakuan daripada sahnya
keadaan yang memperlunak
3.
perubahan doktrin tanggung jawab
sempurna untuk memungkinkan perlunakan hukuman yang menjadi tanggung jawab
sebagian saja.
4.
dimasukkannya
persaksian/ keterangan ahli di dalam acara pengadilan untuk menentukan besarnya
tanggung jawab dan apakah siterdakwa mampu memilih antara yang benar dan yang
salah.
III. MAZHAB POSITIVIS
Secara garis besar aliran Positivis membagi dirinya menjdai
dua pandangan yatu:
a.
Determinisme Biologis
teori- teori yang masuk dalam aliran
ini mendasari pemikiran bahwa perilaku manusia sepenuhnya tergantung pada
pengaruh biologis dalam dirinya.
b.
Determinisme Cultural
teori- teori yang masuk dalam aliran
ini mendasari pemikiran mereka dalam pengaruh sosial, budaya dari lingkungan
dimana seseorang itu hidup.
Pendekatan Dalam Mempelajari Kejahatan
Pendekatan Deskriptif
Yaitu suatu pendekatan dengan cara
melakukan observasi dan pengumpulan data yang berkaitan dengan fakta-fakta
tentang kejahatan dan pelaku kejahatan seperti bentuk tingkah laku, cara
bagaimana kejahatan dilakukan, frekwensi kejahatan pada ruang dan waktu
yang berbeda, ciri khas pada pelaku kejahatan perkembangan karir pelaku
kejahatan
Pendekatan Sebab Akibat
Yaitu fakta-fakta yang ditemukan dalam
masyarakat dapat ditafsirkan untuk mengetahui sebab musabab kejahatan, baik
dalam kasus yang bersifat individual maupun yang bersifat umum. Hubungan kausal
dan kriminologi berbeda dalam hukum pidana. Kalau dalam hukum pidana
berkaitan erat dengan delik materil untuk menentukan seseorang dapat dituntut
harus ada hubungan kausal.
Antara perbuatan seseorang dengan akibat
yang dilarang oleh dan hal itu harus dapat dibuktikan, kalau dalam kriminologi
hubungan sebab akibat itu dalam hukum pidana sudah dapat dibuktikan setelah itu
baru dilakukan pengkajian hubungan sebab akibat secara kriminologi untuk
menjawab pertanyaan mengapa seseorang itu sampai melakukan kejahatan melalui
pendekatan Etiologi Kriminal
Pendekatan Normatif
Yaitu kriminologi sebagai ideographic
discipline dan nomotheitic discipilne. Ideographic discipline yaitu
mempelajari fakta-fakta, sebabakibat dan kemungkinan dalam kasus individual,
sedangkan nomotheiticdiscipilne yaitu kriminologi yang brtujuan untuk
menemukan atau mengungkap hukum-hukum, umumnya bersifat ilmiah yang diakui
keseragaman dan kecenderungannya.
PENUTUP
Kesimpulan
Ketidak puasan terhadap hukum pidana, hukum acara pidana, ekonomi dan sistem penghukuman merupakan salah satu penyebab
terjadinya kejahatan. Sedangkan upaya
mencari penjelasan mengenai sebab kejahatan, sejarah peradaban manusia mencatat
adanya dua bentuk pendekatan yang menjadi landasan bagi lahirnya teori-teori
dalam kriminologi yaitu spiritualisme dan naturalisme.
Dalam perkembangan lahirnya teori-teori
tentang kejahatan, maka dapat dibagi dalam, 3 mazhab atau aliran yaitu :
a.
Aliran Klasik.
b.
Aliran neo klasik
c.
Aliran Positifis
DAFTAR
PUSTAKA
Purniati, dkk. 1994. Mazhab dan penggolongan teori dalam kriminologi. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Santoso, topo. 2009. Kriminologi. Jakarta
: Rajawali Pers.
Weda, made dharma. 1996. Kriminologi. Jakarta
: PT. Raja Grafindo Perseda.
Sriyanti,Rabbaniyya.Blogspot.com/2011/2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar